Tugas Softskill Etika Bisnis

07.44 0 Comments

Nama  : Yaya Kurnia Waluya
NPM   : 1C214368 
Tugas  ; Etika Bisnis

ETIKA DAN  BISNIS SEBAGAI SEBUAH PROFESI

Sesungguhnya bisnis bukanlah merupakan profesi, kalau bisnis dianggap sebagai pekerjaan kotor, kedati kata profesi, profesional dan profesionalisme sering begitu diobral dalam kaitan dengan kegiatan bisnis. Namun dipihak lain tidak dapat disangkal bahwa ada banyak orang bisnis dan juga perusahaan yang sangat menghayati pekerjaan dan kegiatan bisnisnya sebagai sebuah profesi. Mereka tidak hanya mempunyai keahlian dan ketrampilan yang tinggi tapi punya komitmen moral yang mendalam. Karena itu, bukan tidak mungkin bahwa bisnis pun dapat menjadi sebuah profesi dalam pengertian sebenar-benarnya bahkan menjadi sebuah profesi luhur.

a. Pandangan Praktis-Realistis

            Pandangan ini bertumpu pada kenyataan yang diamati berlaku dalam dunia bisnis dewasa ini. Pandangan ini didasarkan pada apa yang umumnya dilakukan oleh orang-orang bisnis. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara manusia yg menyangkut memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan.
            Bisnis adalah suatu kegiatan Profit Making. Dasar pemikirannya adalah bahwa orang yg terjun ke dalam bisnis tidak punya keinginan dan tujuan lain selain ingin mencari keuntungan. Kegiatan bisnis adalah kegiatan ekonomis dan bukan kegiatan sosial. Karena itu, keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan bisnis. Asumsi Adam Smith :
            Dalam masyarakat modern telah terjadi pembagian kerja di mana setiap orang tidak bisa lagi mengerjakan segala sesuatu sekaligus dan bisa memenuhi semua kebutuhan hidupnya sendiri. Semua orang tanpa terkecuali mempunyai kecenderungan dasar untuk membuat kondisi hidupnya menjadi lebih baik.

b. Pandangan Ideal

            Disebut pandangan ideal, karena dlm kenyataannya masih merupakan suatu hal yang ideal mengenai dunia bisnis. Sebagai pandangan yang ideal pandangan ini baru dianut oleh segelintir orang yang dipengaruhi oleh idealisme berdasarkan nilai yang dianutnya.
Menurut Adam Smith, pertukaran dagang terjadi karena satu orang memproduksi lebih banyak barang sementara ia sendiri membutuhkan barang lain yang tidak bisa dibuatnya sendiri.
Menurut Matsushita (pendiri perusahan Matsushita Inc di Jepang), tujuan bisnis sebenarnya bukanlah mencari keuntungan melainkan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Sedangkan keuntungan tidak lain hanyalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis suatu perusahaan. Artinya, karena masyarakat merasa kebutuhan hidupnya dipenuhi secara baik mereka akan menyukai produk perusahaan tersebut yang memang dibutuhkannya tapi sekaligus juga puas dengan produk tersebut.
            Dengan melihat kedua pandangan berbeda di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa citra jelek dunia bisnis sedikit banyaknya disebabkan oleh pandangan pertama yang melihat bisnis sekadar sebagai mencari keuntungan.
Atas dasar ini, persoalan yg dihadapi di sini adalah bagaimana mengusahakan agar keuntungan yang diperoleh ini memang wajar, halal, dan fair. Terlepas dari pandangan mana yang dianut, keuntungan tetap menjadi hal pokok bagi bisnis. Masalahnya adalah apakah mengejar keuntungan lalu berarti mengabaikan etika dan moralitas? Yang penting adalah bagaimana keuntungan ini sendiri tercapai.
            Salah satu upaya untuk membangun bisnis sebagai profesi yang luhur adalah dengan membentuk, mendukung dan memperkuat organisasi profesi.Melalui organisasi profesi tersebut bisnis bisa dikembangkan sebagai sebuah profesi dalam pengertian sebenar-benarnya sebagaimana dibahas disini, kalau bukan menjadi profesi luhur.

A.    Hakekat Mata Kuliah Etika Bisnis

Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Menurut Drs. O.P. Simorangkir dalam buku Etika Bisnis, Jabatan dan Perbankan (Simorangkir, O.P: 2010) bahwa hakikat etika bisnis adalah menganalisis atas asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun pandangan dari sudut moral. Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka sebagian dari tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang sistem ekonomi yang umum dan khusus, dan pada gilirannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis.

B.     Pengertian Etika Bisnis

Etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani kuno) yang berarti kebiasaan atau adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Poerwadarma etika adalah “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Menurut Simorangkir dalam buku Pengantar Manajemen (Ernie, Kurniawan: 2008 hal 48), “etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik”.
Menurut Suseno dalam buku Pengantar Manajemen (Ernie, Kurniawan: 2008 hal 48), “etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran, yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas”.
Contoh-contoh etika dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah :
1.         Jujur tidak berbohong.
2.         Bersikap dewasa tidak kekanak-kanakan.
3.         Lapang dada dalam berkomunikasi.
4.         Menggunakan panggilan atau sebutan orang yang baik.
5.         Menggunakan pesan bahasa yang efektif dan efisien.
6.         Tidak mudah emosi atau emosional.
7.         Berinisiatif sebagai pembuka dialog.
8.         Berbahasa yang baik, ramah, dan sopan.
9.         Menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan.
10.     Bertingkah laku yang baik.

Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,institusi, daln perilaku bisnis. Menurut Bhatt dalam buku Pengantar Manajemen (Ernie, Kurniawan: hal 48) berpendapat dalam menciptakan etika bisnis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:
1.         Pengendalian diri.
2.         Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).
3.         Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
4.         Menciptakan persaingan yang sehat.
5.         Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”.
6.         Menghindari sifat 5K (Katabelece, Koneksi, kolusi, dan Komisi).
7.         Mampu menyatakan yang benar itu benar.
8.         Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah.
9.         Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
10.     Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhapap apa yang telah disepakati.
11.     Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.
Ada tiga jenis masalah yang dihadapi dalam etika, yaitu :
1.         Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
2.         Korporasi
Permasalah korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahn ini mencangkup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktis dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3.         Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.

Secara sederhana, yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang menvangkup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Kesemuanya ini mencangkup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibangdingkan standar minimal ketenruan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum

C.    Etiket Moral, Hukum dan Agama
Pengertian etiket moral
Pengertian etiket dan etika sering dicampur adukan, padahal kedua istilah tersebut terdapat arti yang beda, walaupun ada persamaannya etiket adalah berkaitan dengan nilai sopan santunn tata karma dalam pergaulan formal. “Etiket adalah ketentuan tidak tertulis yang mengatur tindakan dan gerak manusia.” Etiket lebih mengatur sikap dalam suatu  norma, artinya norma adalah bagi peganggan perilaku manusia untuk mengetahui apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Macam-macam nilai etiket moral:
1.      Nilai-nilai kepentingan umum
2.      Nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, dan kebaikan
3.      Nilai-nilai kesejahteraan
4.      Nilai-nilai kesopanan
5.      Nilai-nilai harga-menghargai
6.      Nilai diskresi atau pertimbangan

Ciri –Ciri etiket
·         Etiket suatu cara yang dilakukan oleh manusia.dengan kemungkinan cara yang lebih pasti secara tidak langsung cara yangdiharapkan serta ditetapkan dalam suatu golongan  tertentu.
·         Etiket terdapat dalam gaya hidup. Bila tidak ada yang melihat , maka etiket tidak berlaku.
·         Etiket bersifat fleksibel  yaitu apabila etiket dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan didalam suatau  kebudayaan lain.
·         Etiket hanya melihat dari segi luarnya saja tapi tidak melihat dari segi dalam.

Perbedaan Moral dan Hukum :
Hukum dan moral mempunyai keterikatan yang cukup kuat . Karena di dalam hukum dan moral saling membutuhkan dan mempengaruhi . di dalam hukum ditentukan dengan sebuah nilai moral. Karena hukum dipertimbangkan dengan sebuah nilai moral .moral juga membutuhkan hukum karena setiap moral akan mengembangkan saja dan tidak dikukuhkan dan diungkapkan dalam masyarakat maka hukum tidak dapat meningkatkan sosial moralitas.
Cirici-Ciri hukum ,meliputi 5 :
1.      Hukum lebih bersifat objektif
2.      Hukum bersifat kenyataan dan dapat dipaksakan
3.      Hukum biasanya didasarkan dengan pihak masyarakat itu sendiri
Perbedaan Etiket dan Agama :
Etiket sangat menghargai dan mendukung adanya keberadaan Agama, dimana etiket sangat membantu manusia dalam menggunakan akal berfikir manusia untuk memilih yang baik dan yang buruk . Perbedaan antara etika dan moral agama yaitu etika mendasarkan diri sendiri alasan yang rasional. Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan pada  kepercayaan diri sendiri kepada Tuhan dan ajaran agama yang diyakini.
D.    Klasifikasi Etika
Klasifikasi etika pada dasarnya identik dengan analisis tentang pendekatan-pendekatan ilmiah terhadap tingkah dan tindakan manusia dalam bingkai moralitas. Berikut adalah ketiga jenis klasifikasi etika dalam buku Etika Bisnis (Yosephus, L. Sinuor: 2012: 14)
1.      Etika Deskriptif
Kata bahasa Latin descriptio (describere) berarti menulis, menggores, atau menggambarkan. Secara etimologis istilah ini mengisyaratkan bahwa pada dasarnya etika deskriptif menggambarkan atau melukiskan realitas moral atau tingkah serta tindakan manusia apa adanya atau sebagaimana adanya tingkah dan tindakan tersebut. Sesuai dengan maknanya, etika deskriptif memang hanya menggambarkan atau melukiskan dan berhenti dengan menggambarkan atau melukiskan tingkah dan perbuatan manusia. Etika deskriptif sama sekali tidak memberikan penilaian apapun terhadap realitas moral (tingkah dan tindakan manusia) yang dihadapi.
2.      Etika Normatif
Etika Normatif dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yakni etika umum atau norma moral yang berlaku bagi semua orang dimanapun mereka beradadan etika khusus atau norma moral yang hanya berlaku di suatu tempat atau untuk suatu lingkup tertentu saja.
Selain umum-khusus, etika normatif juga dapat dibedakan dari segi benar-tidaknya suatu tindakan dan baik-buruknya akibat yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Bertolak dari penegasan tersebut, etika normatif juga terbagi atas etika deontologis dan etika teleologis.

a.       Etika Deontologis
Kata Yunani deon merujuk kepada keniscayaan atau keharusan atau kewajiban. Secara etimologis, deontologi berarti ilmu atau teori tentang kewajiban. Dalam konteks ini, etika deontologis hanya merujuk kepada sistem yang mengikat bukan karena konsekuensi atau akibat-akibat yang ditimbulkan, melainkan semata-mata hanya karena norma atau sistem tersebut benar dan baik.

b.      Etika Teleologis
Kata Yunani telos berarti tujuan, sementara logos berarti ilmu, doktrin atau wacana. Dengan demikian, teleologi merupakan disiplin ilmu atau studi tentang gejala-gejala yang menunjukkan arah, tujuan, atau maksud serta bagaimana sesuatu diperoleh dalam dan melalui suatu proses. Dalam konteks ini, suatu tindakan diterima sebagai benar atau keliru dan baik atau jelek tergantung pada buruknya akibat yang akan ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Jadi, etika teleologis mau menjelaskan bahwa perilaku seseorang adalah benar jika menghasilkan hal-hal yang baik dan keliru kalau menyebabkan kerugian bagi orang lain dan bagi orang yang melakukan tindakan tersebut.

3.      Metaetika
Metaetika merupakan salah satu cara lain untuk menerapkan norma dan nilai-nilai etika dalam posisinya sebagai ilmu, yakni sebagai filsafat moral. Kata metaetika (Yunani) terdiri dari prefiks meta yang berarti “melampaui” dan ethos atau etika. Dengan demikian, secara etimologis metaetika berarti “melampaui etika” atau “mengatasi etika”. Metaetika dimunculkan dan diaplikasikan pada saat mengkaji ucapan-ucapan atau ungkapan-ungkapan di bidang moral atau yang berhubungan dengan moralitas manusia. Metaetika memang tidak secara langsung menyentuh atau berhubungan dengan moralitas faktual karena secara hakiki ia melampaui yang faktual itu.

E.     Konsep Etika Bisnis

            Menurut buku (Eddy Yunus: 53), etika pada dasarmya adalah standart atau moral yang menyangkut benar-salah, dan baik-buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis, terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja, dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan, karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
            Perilaku etis yang telah berkembang dalam perusahaan menimbulkan situasi saling percaya antara perusahaan dan stakeholders, yang memungkinkan perusahaan meningkatkan keuntungan jangka panjang. Perilaku etis akan mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok bertindak oportunis, serta tumbuhnya saling percaya.
            Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya perilaku, dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya perilaku yang tidak etis.
            Kebijakan perusahaan untuk memberikan perhatian serius pada etika perusahaan akan memberikan citra bahwa manajemen mendukung perilaku etis dalam perusahaan. Kebijakan perusahaan biasanya secara formal didokumentasikan dalam bentuk kode etik.
            Manfaat perusahaan menerapkan etika bisnis dalam hal ini adalah kinerja perusahaan yang akan bertambah baik dengan didukung karyawan yang bermoral dan bertanggung jawab atas sikap dan pekerjaannya serta menaati semua perintah atasan dengan baik.
            Dalam zaman informasi seperti ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan masif. Memperlakukan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara etis, adil, dan jujur adalah satu-satunya cara supaya kita dapat bertahan di dalam dunia bisnis sekarang.

Contoh Kasus

·         Contoh praktek etika bisnis yang dihubungkan dengan moral :
Uang milik perusahaan tidak boleh diambil atau ditarik oleh setiap pejabat perusahaan untuk dimiliki secara pribadi. Hal ini bertentangan dengan etika bisnis. Memiliki uang dengan cara merampas atau menipu adalah bertentangan dengan moral. Pejabat perusahaan yang sadar etika bisnis, akan melarang pengambilan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi, Pengambilan yang terlanjur wajib dikembalikan.
Pejabat yang sadar, disebut memiliki kesadaran moral, yakni keputusan secara sadar diambil oleh pejabat, karena ia merasa bahwa itu adalah tanggungjawabnya, bukan saja selaku karyawan melainkan juga sebagai manusia yang bermoral.
·         Contoh tidak memiliki kesadaran moral :
Seorang berdarah dingin di jalan juanda, Jakarta yang asangat ramai itu menodong dengan clurit dan merampas harta milik seseorang. Baginya menodong itu merupakan kebiasaan dan menjadi profesinya. Apakah ada kesadaram moral bahwa perbuatan itu bertentangan dan dilarang  oleh ajaran agama, hukum dan adat? Sejak kecil ia ditinggalkan oleh ibu bapaknya akibat perceraian, ia bergaul dengan anak gelandangan,pencuri. Sesudah dewasa menjadi penodong ulung. Ia menodong atau membunuh tanpa mengenal rasa takut atau berdosa, bahkan sudah merupakan suatu profesi.

Sumber
Simorangkir, O.P. 2010. Etika Bisnis, Jabatan dan Perbankan. Jakarta: Rineka Cipta.

Ernie Tisnawati S, Kurniawan Saefullah. 2008. Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Sudiro Suprapto. 2005. Etika: Rahasia Sukses Manajer Masa Depan. Jakarta: Progres.

Yosephus, L. Sinuor. 2012. Etika Bisnis Pendekatan Filsafat Moral Terhadap Perilaku Pebisnis Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Eddy Yunus. 2016. Manajemen Strategis. Yogyakarta: Andi.

Rizkaamalia17.blogspot.co.id/2016/09/etika-dan-bisnis-sebagai-sebuah-profesi.html?m=1


yaya kurnia waluya

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: