Tugas Softskill Etika Bisnis
Nama : Yaya Kurnia Waluya
NPM : 1C214368
Tugas ; Etika Bisnis
ETIKA
DAN BISNIS SEBAGAI SEBUAH PROFESI
Sesungguhnya
bisnis bukanlah merupakan profesi, kalau bisnis dianggap sebagai pekerjaan
kotor, kedati kata profesi, profesional dan profesionalisme sering begitu
diobral dalam kaitan dengan kegiatan bisnis. Namun dipihak lain tidak dapat
disangkal bahwa ada banyak orang bisnis dan juga perusahaan yang sangat
menghayati pekerjaan dan kegiatan bisnisnya sebagai sebuah profesi. Mereka
tidak hanya mempunyai keahlian dan ketrampilan yang tinggi tapi punya komitmen
moral yang mendalam. Karena itu, bukan tidak mungkin bahwa bisnis pun dapat
menjadi sebuah profesi dalam pengertian sebenar-benarnya bahkan menjadi sebuah
profesi luhur.
a. Pandangan
Praktis-Realistis
Pandangan ini bertumpu pada
kenyataan yang diamati berlaku dalam dunia bisnis dewasa ini. Pandangan ini
didasarkan pada apa yang umumnya dilakukan oleh orang-orang bisnis. Pandangan
ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara manusia yg menyangkut
memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan.
Bisnis adalah suatu kegiatan Profit
Making. Dasar pemikirannya adalah bahwa orang yg terjun ke dalam bisnis tidak
punya keinginan dan tujuan lain selain ingin mencari keuntungan. Kegiatan
bisnis adalah kegiatan ekonomis dan bukan kegiatan sosial. Karena itu,
keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan bisnis. Asumsi Adam Smith :
Dalam masyarakat modern telah
terjadi pembagian kerja di mana setiap orang tidak bisa lagi mengerjakan segala
sesuatu sekaligus dan bisa memenuhi semua kebutuhan hidupnya sendiri. Semua
orang tanpa terkecuali mempunyai kecenderungan dasar untuk membuat kondisi
hidupnya menjadi lebih baik.
b. Pandangan Ideal
Disebut pandangan ideal, karena dlm
kenyataannya masih merupakan suatu hal yang ideal mengenai dunia bisnis.
Sebagai pandangan yang ideal pandangan ini baru dianut oleh segelintir orang
yang dipengaruhi oleh idealisme berdasarkan nilai yang dianutnya.
Menurut Adam Smith,
pertukaran dagang terjadi karena satu orang memproduksi lebih banyak barang
sementara ia sendiri membutuhkan barang lain yang tidak bisa dibuatnya sendiri.
Menurut Matsushita
(pendiri perusahan Matsushita Inc di Jepang), tujuan bisnis sebenarnya bukanlah
mencari keuntungan melainkan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Sedangkan
keuntungan tidak lain hanyalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan
bisnis suatu perusahaan. Artinya, karena masyarakat merasa kebutuhan hidupnya
dipenuhi secara baik mereka akan menyukai produk perusahaan tersebut yang memang
dibutuhkannya tapi sekaligus juga puas dengan produk tersebut.
Dengan melihat kedua pandangan
berbeda di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa citra jelek dunia bisnis
sedikit banyaknya disebabkan oleh pandangan pertama yang melihat bisnis sekadar
sebagai mencari keuntungan.
Atas dasar ini, persoalan
yg dihadapi di sini adalah bagaimana mengusahakan agar keuntungan yang
diperoleh ini memang wajar, halal, dan fair. Terlepas dari pandangan mana yang
dianut, keuntungan tetap menjadi hal pokok bagi bisnis. Masalahnya adalah
apakah mengejar keuntungan lalu berarti mengabaikan etika dan moralitas? Yang
penting adalah bagaimana keuntungan ini sendiri tercapai.
Salah satu upaya untuk membangun
bisnis sebagai profesi yang luhur adalah dengan membentuk, mendukung dan
memperkuat organisasi profesi.Melalui organisasi profesi tersebut bisnis bisa
dikembangkan sebagai sebuah profesi dalam pengertian sebenar-benarnya
sebagaimana dibahas disini, kalau bukan menjadi profesi luhur.
A. Hakekat Mata Kuliah Etika Bisnis
Etika
bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan
segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang
etik. Menurut Drs. O.P. Simorangkir dalam buku Etika Bisnis, Jabatan dan
Perbankan (Simorangkir, O.P: 2010) bahwa hakikat etika bisnis adalah
menganalisis atas asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun pandangan dari
sudut moral. Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka
sebagian dari tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan
tentang sistem ekonomi yang umum dan khusus, dan pada gilirannya menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk
menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis.
B.
Pengertian
Etika Bisnis
Etika
berasal dari kata ethos (bahasa Yunani kuno) yang berarti kebiasaan atau adat,
akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Poerwadarma etika adalah “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak
(moral).
Menurut
Simorangkir dalam buku Pengantar Manajemen (Ernie, Kurniawan: 2008 hal 48),
“etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan
nilai yang baik”.
Menurut
Suseno dalam buku Pengantar Manajemen (Ernie, Kurniawan: 2008 hal 48), “etika
adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran, yang memberi kita norma tentang
bagaimana kita harus hidup adalah moralitas”.
Contoh-contoh
etika dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah :
1.
Jujur tidak berbohong.
2.
Bersikap dewasa tidak kekanak-kanakan.
3.
Lapang dada dalam berkomunikasi.
4.
Menggunakan panggilan atau sebutan orang
yang baik.
5.
Menggunakan pesan bahasa yang efektif dan
efisien.
6.
Tidak mudah emosi atau emosional.
7.
Berinisiatif sebagai pembuka dialog.
8.
Berbahasa yang baik, ramah, dan sopan.
9.
Menggunakan pakaian yang pantas sesuai
keadaan.
10. Bertingkah
laku yang baik.
Etika
bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,institusi,
daln perilaku bisnis. Menurut Bhatt dalam buku Pengantar Manajemen (Ernie,
Kurniawan: hal 48) berpendapat dalam menciptakan etika bisnis ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan, diantaranya:
1.
Pengendalian diri.
2.
Pengembangan tanggung jawab sosial (social
responsibility).
3.
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah
untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
4.
Menciptakan persaingan yang sehat.
5.
Menerapkan konsep “pembangunan
berkelanjutan”.
6.
Menghindari sifat 5K (Katabelece, Koneksi,
kolusi, dan Komisi).
7.
Mampu menyatakan yang benar itu benar.
8.
Menumbuhkan sikap saling percaya antara
golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah.
9.
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main
yang telah disepakati bersama.
10. Menumbuhkembangkan
kesadaran dan rasa memiliki terhapap apa yang telah disepakati.
11. Perlu
adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang
berupa peraturan perundang-undangan.
Ada
tiga jenis masalah yang dihadapi dalam etika, yaitu :
1.
Sistematik
Masalah-masalah
sistematik dalam etika bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul
mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana
bisnis beroperasi.
2.
Korporasi
Permasalah korporasi
dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam
perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahn ini mencangkup pertanyaan tentang
moralitas aktivitas, kebijakan, praktis dan struktur organisasional perusahaan
individual sebagai keseluruhan.
3.
Individu
Permasalahan individual
dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu
dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan,
tindakan dan karakter individual.
Secara
sederhana, yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan
kegiatan bisnis, yang menvangkup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu,
perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Kesemuanya
ini mencangkup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan
hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun
perusahaan di masyarakat.
Etika
bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan
standar yang lebih tinggi dibangdingkan standar minimal ketenruan hukum, karena
dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur
oleh ketentuan hukum
C.
Etiket Moral, Hukum dan Agama
Pengertian
etiket moral
Pengertian etiket dan etika sering dicampur adukan,
padahal kedua istilah tersebut terdapat arti yang beda, walaupun ada persamaannya
etiket adalah berkaitan dengan nilai sopan santunn tata karma dalam pergaulan
formal. “Etiket adalah ketentuan tidak tertulis yang mengatur tindakan dan
gerak manusia.” Etiket lebih mengatur sikap dalam suatu norma, artinya norma adalah bagi peganggan
perilaku manusia untuk mengetahui apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan.
Macam-macam
nilai etiket moral:
1. Nilai-nilai
kepentingan umum
2. Nilai-nilai
kejujuran, keterbukaan, dan kebaikan
3. Nilai-nilai
kesejahteraan
4. Nilai-nilai
kesopanan
5. Nilai-nilai
harga-menghargai
6. Nilai
diskresi atau pertimbangan
Ciri –Ciri etiket
·
Etiket suatu cara yang dilakukan oleh manusia.dengan
kemungkinan cara yang lebih pasti secara tidak langsung cara yangdiharapkan
serta ditetapkan dalam suatu golongan
tertentu.
·
Etiket terdapat dalam gaya hidup. Bila tidak ada yang
melihat , maka etiket tidak berlaku.
·
Etiket bersifat fleksibel yaitu apabila etiket dianggap tidak sopan
dalam suatu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan didalam suatau kebudayaan lain.
·
Etiket hanya melihat dari segi luarnya saja tapi tidak
melihat dari segi dalam.
Perbedaan Moral dan Hukum :
Hukum dan moral mempunyai keterikatan yang cukup kuat
. Karena di dalam hukum dan moral saling membutuhkan dan mempengaruhi . di
dalam hukum ditentukan dengan sebuah nilai moral. Karena hukum dipertimbangkan
dengan sebuah nilai moral .moral juga membutuhkan hukum karena setiap moral
akan mengembangkan saja dan tidak dikukuhkan dan diungkapkan dalam masyarakat
maka hukum tidak dapat meningkatkan sosial moralitas.
Cirici-Ciri hukum
,meliputi 5 :
1. Hukum lebih
bersifat objektif
2. Hukum
bersifat kenyataan dan dapat dipaksakan
3. Hukum
biasanya didasarkan dengan pihak masyarakat itu sendiri
Perbedaan Etiket dan Agama :
Etiket sangat menghargai dan mendukung adanya
keberadaan Agama, dimana etiket sangat membantu manusia dalam menggunakan akal
berfikir manusia untuk memilih yang baik dan yang buruk . Perbedaan antara
etika dan moral agama yaitu etika mendasarkan diri sendiri alasan yang rasional.
Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan pada kepercayaan diri sendiri kepada Tuhan dan
ajaran agama yang diyakini.
D.
Klasifikasi
Etika
Klasifikasi
etika pada dasarnya identik dengan analisis tentang pendekatan-pendekatan
ilmiah terhadap tingkah dan tindakan manusia dalam bingkai moralitas. Berikut
adalah ketiga jenis klasifikasi etika dalam buku Etika Bisnis (Yosephus, L.
Sinuor: 2012: 14)
1. Etika
Deskriptif
Kata
bahasa Latin descriptio (describere) berarti menulis, menggores, atau
menggambarkan. Secara etimologis istilah ini mengisyaratkan bahwa pada dasarnya
etika deskriptif menggambarkan atau melukiskan realitas moral atau tingkah
serta tindakan manusia apa adanya atau sebagaimana adanya tingkah dan tindakan
tersebut. Sesuai dengan maknanya, etika deskriptif memang hanya menggambarkan
atau melukiskan dan berhenti dengan menggambarkan atau melukiskan tingkah dan
perbuatan manusia. Etika deskriptif sama sekali tidak memberikan penilaian
apapun terhadap realitas moral (tingkah dan tindakan manusia) yang dihadapi.
2. Etika
Normatif
Etika
Normatif dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yakni etika umum atau norma moral
yang berlaku bagi semua orang dimanapun mereka beradadan etika khusus atau
norma moral yang hanya berlaku di suatu tempat atau untuk suatu lingkup
tertentu saja.
Selain
umum-khusus, etika normatif juga dapat dibedakan dari segi benar-tidaknya suatu
tindakan dan baik-buruknya akibat yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut.
Bertolak dari penegasan tersebut, etika normatif juga terbagi atas etika
deontologis dan etika teleologis.
a. Etika
Deontologis
Kata
Yunani deon merujuk kepada
keniscayaan atau keharusan atau kewajiban. Secara etimologis, deontologi
berarti ilmu atau teori tentang kewajiban. Dalam konteks ini, etika deontologis
hanya merujuk kepada sistem yang mengikat bukan karena konsekuensi atau
akibat-akibat yang ditimbulkan, melainkan semata-mata hanya karena norma atau
sistem tersebut benar dan baik.
b. Etika
Teleologis
Kata
Yunani telos berarti tujuan,
sementara logos berarti ilmu, doktrin
atau wacana. Dengan demikian, teleologi merupakan disiplin ilmu atau studi
tentang gejala-gejala yang menunjukkan arah, tujuan, atau maksud serta
bagaimana sesuatu diperoleh dalam dan melalui suatu proses. Dalam konteks ini,
suatu tindakan diterima sebagai benar atau keliru dan baik atau jelek
tergantung pada buruknya akibat yang akan ditimbulkan oleh tindakan tersebut.
Jadi, etika teleologis mau menjelaskan bahwa perilaku seseorang adalah benar
jika menghasilkan hal-hal yang baik dan keliru kalau menyebabkan kerugian bagi
orang lain dan bagi orang yang melakukan tindakan tersebut.
3. Metaetika
Metaetika
merupakan salah satu cara lain untuk menerapkan norma dan nilai-nilai etika
dalam posisinya sebagai ilmu, yakni sebagai filsafat moral. Kata metaetika (Yunani) terdiri dari prefiks meta yang berarti “melampaui” dan ethos atau etika. Dengan demikian,
secara etimologis metaetika berarti
“melampaui etika” atau “mengatasi etika”. Metaetika
dimunculkan dan diaplikasikan pada saat mengkaji ucapan-ucapan atau
ungkapan-ungkapan di bidang moral atau yang berhubungan dengan moralitas
manusia. Metaetika memang tidak
secara langsung menyentuh atau berhubungan dengan moralitas faktual karena
secara hakiki ia melampaui yang faktual itu.
E. Konsep Etika Bisnis
Menurut
buku (Eddy Yunus: 53), etika pada dasarmya adalah standart atau moral yang
menyangkut benar-salah, dan baik-buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis,
terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja, dan etika
perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan,
karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan
karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan
lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan
karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
Perilaku
etis yang telah berkembang dalam perusahaan menimbulkan situasi saling percaya
antara perusahaan dan stakeholders, yang memungkinkan perusahaan meningkatkan
keuntungan jangka panjang. Perilaku etis akan mencegah pelanggan, pegawai dan
pemasok bertindak oportunis, serta tumbuhnya saling percaya.
Budaya
perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku
etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang
membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya perilaku, dan
sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya perilaku yang tidak etis.
Kebijakan
perusahaan untuk memberikan perhatian serius pada etika perusahaan akan
memberikan citra bahwa manajemen mendukung perilaku etis dalam perusahaan.
Kebijakan perusahaan biasanya secara formal didokumentasikan dalam bentuk kode
etik.
Manfaat
perusahaan menerapkan etika bisnis dalam hal ini adalah kinerja perusahaan yang
akan bertambah baik dengan didukung karyawan yang bermoral dan bertanggung
jawab atas sikap dan pekerjaannya serta menaati semua perintah atasan dengan
baik.
Dalam
zaman informasi seperti ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar
dengan cepat dan masif. Memperlakukan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat
umum secara etis, adil, dan jujur adalah satu-satunya cara supaya kita dapat
bertahan di dalam dunia bisnis sekarang.
Contoh
Kasus
·
Contoh praktek etika bisnis yang
dihubungkan dengan moral :
Uang
milik perusahaan tidak boleh diambil atau ditarik oleh setiap pejabat
perusahaan untuk dimiliki secara pribadi. Hal ini bertentangan dengan etika
bisnis. Memiliki uang dengan cara merampas atau menipu adalah bertentangan
dengan moral. Pejabat perusahaan yang sadar etika bisnis, akan melarang pengambilan
uang perusahaan untuk kepentingan pribadi, Pengambilan yang terlanjur wajib
dikembalikan.
Pejabat
yang sadar, disebut memiliki kesadaran moral, yakni keputusan secara sadar
diambil oleh pejabat, karena ia merasa bahwa itu adalah tanggungjawabnya, bukan
saja selaku karyawan melainkan juga sebagai manusia yang bermoral.
·
Contoh tidak memiliki kesadaran moral :
Seorang
berdarah dingin di jalan juanda, Jakarta yang asangat ramai itu menodong dengan
clurit dan merampas harta milik seseorang. Baginya menodong itu merupakan
kebiasaan dan menjadi profesinya. Apakah ada kesadaram moral bahwa perbuatan
itu bertentangan dan dilarang oleh
ajaran agama, hukum dan adat? Sejak kecil ia ditinggalkan oleh ibu bapaknya
akibat perceraian, ia bergaul dengan anak gelandangan,pencuri. Sesudah dewasa
menjadi penodong ulung. Ia menodong atau membunuh tanpa mengenal rasa takut
atau berdosa, bahkan sudah merupakan suatu profesi.
Sumber
Simorangkir, O.P. 2010. Etika Bisnis,
Jabatan dan Perbankan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ernie Tisnawati S, Kurniawan Saefullah.
2008. Pengantar Manajemen. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group.
Sudiro Suprapto. 2005. Etika: Rahasia Sukses Manajer Masa Depan.
Jakarta: Progres.
Yosephus, L. Sinuor. 2012. Etika Bisnis Pendekatan Filsafat Moral Terhadap
Perilaku Pebisnis Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Eddy Yunus. 2016. Manajemen Strategis. Yogyakarta: Andi.
Rizkaamalia17.blogspot.co.id/2016/09/etika-dan-bisnis-sebagai-sebuah-profesi.html?m=1
0 komentar: